Jumat, 24 Juni 2011

jurnal farmakologi


LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
DIURETIKA
Di susun Oleh :

HIKMAWATUL
MEIDIKA SUMARNI
LIEN MURNIATI UTOMO
LIYAN AJI K


JUNI WIDYASTUTIK
NIKE AGUSTIEN M Y
HERNAWATI
M.RUDI
DAFID PASKALIS




 







AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG
Malang, Juni 2011

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
            Deuretika adalah obat-obat yang dapat meningkatkan produksi dan ekskresi uri, sehingga dapat menghilangkan cairan berlebihan yang tertimbun di jaringan.
            Dengan demikian dapat memulihkan keseimbangan elektrolit beberapa metabolit,jika ginjal sendiri tidak dapat memelihara homeostasis. Selain itu beberapa dieuretik, misalnya klorotiazida, sifat diuretiknya dapat digunakan oleh penderita tekanan darah tinggi atau hipertensi, dengan sasaran untuk mempertahankan tekanan darah yang wajah, mungkin karena memodilikasi metabolism natrium, sehingga akhirnya dipertahankan resistensi perifer yang rendah ( tekanan darah : output jantung x resistensi perifer total ).
            Diuretik umumnya dikelompok dalam tiga kelompok besar. Diuretik pengasam yang mengubah keadaan fisika atau kimia dari darah dan jaringan, hingga terjadi pembebasan cairan interslisial dan cairan seluler untuk diekskresikan sebagai urin. Diuretik osmotic yang menarik air sebagai urin. Diuretik renal menstimulasi aktivitas ginjal dengan berbagai cara, misalnya meningkatkan filtrasi melalui glomenulus dan menghambat reabsorbsi natrium dan air : menstimulasi system enzim atau ion natrium, ion hydrogen atau polytransfer atau penyerapan kembali atau sebagai antagonis kompetitif dari aldoderum.
            Pada dasarnya volume dan komposisi urin tergantung pada tiga proses dalam lisiologi ginjal yaitu liltrasi melalui glomerolu di tubulus ginjal dan sekresi oleh tubulus ginjal. Samapai sekarang ada kesepakatan bahwa diuretik berefek karena pengaruhnya terhadap fungsi tubulus ginjal dan tidak seberapa karena efeknya terhadap fungsi glomerolus ginjal.


1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui cara evaluasi efek diuretik
1.2.2 Untuk memahami kerja dari berbagai obat diuretik
1.2.3 Untuk mengetahui perbedaan dosis obat diuretik

1.3 Manfaat
1.3.1 Mengetahui cara evaluasi efek diuretic
1.3.2 Memahami kerja dari berbagai obat diuretic
1.3.3 Mengetahui perbedaan dosis obat diuretik












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian
Diuretik adalah obat-obat yang dapat meningkatkan produksi dan ekskresi urin, sehingga dapat menghilangkan cairan berlebihan di jaringan, misalnya pada udem.
( panduan praktikum farmakologi, hal 35 )
            Diuretik adalah obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine.
( farmakologi ulasan bergambar edisi II, hal 226 )
            Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih ( dieresis ) melalui kerja langsung terhadap ginjal.
( OOP, hal 519 )
B.     Pembentukan Kemih

1.      Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan dari dalam dengan jalan mengeluarkan dari dalam darah semua zat asing dan sisa pertukaran zat. Untuk ini darah mengalami filtrasi, dimana semua komponennya melintasi “ saringan ” ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang 1 juta filter kecil ini ( glomeruli ) dan setiap 50 menit seluruh darah tubuh ( ± 5 liter ) sudah  dimurnikan dengan melewati saringan tersebut.
             Fungsi penting lainnya adalah mengulasi kadar garam dan cairan tubuh, ginjal mengatur komposisi ion dan volume urin dengan reabsorsi atau sekresi ion dan atau air pada lima daerah fungsional sepanjang nefron, yaitu pada tubulus proksimalansa henle, tubulus distal dan diuktus renalis rektus. ( OOP, hal 519 )
            Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk menormalkan akibat suatu diuretik. Secara umum diuretic dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu (1) diuretic osmotic ; (2)penghambat mekanisme transport elektrolit d dalam tubuli ginjal. ( Farmakologi dan Terapi,hal 380 )
2.      Mekanisme Kerja Diuretika
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni
a.       Tubuli proksimal. Ultra filtrate mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorpsi secara aktif untuk  kurang lebih 70 %, antara lain ion  dan air, begitu pula glukosa dan urem. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan  filtrat tidais berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis ( manitol, sorbitol ) bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium. Menarik jaringan ke darah
b.      Lengkungan Henle. Dibagian menarik dari Henle’s loop ini ± 25 % dari semua ion Cl yang telah di filtrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari dan  tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotosis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetanida dan efakrinat, bekerja terutama disini dengan merintangi transport Cl dan demikian reabsorpsi pengeluaran dan air juga diperbanyak.
c.       Tubuli distal. Dibagian pertama segmen ini diabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi dan Cl sebesar 5-10 %. Dibagian kedua ion ditukarkan dengan ion atau . proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron ( spinorolakton ) dan zat-zat penghemat kalium ( amilorida, triamteren ) bertitik kerja disini dengan mengakibatkan ekskresi  ( kurang dari 5% dan retensi )
d.      Saluran pengumpul. Hormon antidiuretik ADH ( vasopressin ) dari hipofisis bertitik kerja dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.

Penggolongan Diuretik ( OOP, hal 521 - 526 )
Pada umumnya diuretik dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a.       Diuretik lengkungan
Furosemid, Bumetanida dan Etakrinat. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat ( 4-6 jam ). Mekanisme bekerja pada lengkungan Henle dengan cara mereabsorsi kurang lebih 25% semua ion  yang telah difiltrasi secara aktif kemudian disusul dengan reabsorbsi pasif dari dan  tetapi pengeluaran dan air juga diperbanyak.
b.      Derivate – thiazida : hidroklorothiazida, klortakdon, mefrusida, indapamidadan, klopamida efeknya lebih lemah dan lambat, tetapi bertahan lebih lama ( 6-8 jam ). Mekanismenya : bekerja pada tubuli distal dengan cara mereabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Obat-obatan tersebut bekerja ini dengan memperbanyak ekskresi dan sebesar 5-10 %.
c.       Diuretic penghemat kalium : Antagonis aidosteron ( spironolakton, kankrenoat ), amilorida, dan triamteren.
Efek-efek obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Mekanismenya : bekerja pada tubuli distal dengan cara menukarkan ion  dengan ion atau  proses ini dikendalikan oleh kelenjar anak ginjal aldosteron. Dimana aldosteron menstimulasi reabsorbsi  dan ekskresi  , proses ini dihambat secara kompotetif ( saingan ) oleh obat-obat ini mengakibatkan ekskresi  kurang dari 5% dan retensi .
d.      Diuretika osmotis manitol dan sorbitol
Obat-obat ini hanya reabsorbsi sedikit oleh tubuli hingga reabsorbsi air juga terbatas. Efeknya adalah dieresis osmotif dengan sekresi air kuat dan relatif sedikit ekskresi  mekanismenya : bekerja pada tubuli proksimal dengan cara mereabsorbsi ultrafiltrat yang mengandung sejumlah besar garam untuk kurang lebih 70% antara lain ion dan air, begitupula glukosa dan ureum karena reabsorbsi secara proposional, maka susunan filtrate tidak berubah dan tetapi isofonis terhadap plasma. Obat-obat tersebut bekerja ditubuli ini dengan merintangi reabsorbsi air dan juga Natrium. Natrium adalah ekskresi air kuat sedangkan  sedikit.
e.       Perintang – karbonanhidrase : Asetozolamide
Zat ini merintangi enzim karbonanhidrose ditubuli proksimal juga . Mekanisme bekerja pada tubuh proksimal dengan harus merintangi enzim karbonanhidrase sehingga disamping karbonat, juga  dan  diekskresikan lebih banyak bersamaan dengan air.

C.    Obat

1.      Benzotiadiazid
Sistem golongan ini merupakan hasil dari penelitian zat penghambat enzim karbonik anhidrase. Benzotiazid berefek langsung terhadap transport  dan  ditubuli ginjal, lepas dari efek penghambatnya terhadap enzim karbonik anhidrase. Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion  terutama pada pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadio kecil bila penggunaannya berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi Natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air yang sebanding dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila penderita tersebut mendapat diet rendah garam, namun secara keseluruhan golongan tiazid cenderung kuat, karena intensitas dieresis yang ditimbulkan relative lebih rendah.
2.      Diuretik Hemat Kalium
Yang tergolong dalam kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
·         Antagonis aldosteron
Mekanisme adalah penghambat kompetitif terhadap aldosteron, sehingga dengan pembentuk antagonis aldosteron, reabsorbsi  dihilir tubuli distal dan diktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi juga berkurang.



·         Triamteren dan amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium eklorida, sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan ekskresi  dengan menghambat sekresi  di sel tubuli distal.
3.      Diuretik kuat
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretic yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid, dan bumetanid.
( Farmakologi dan Terapi, hal 390 )

·      Furosemid
Farmakokonetik :
            Obat furosemid mudah diserap melalui saluran cerna. Bioavabilitas furosemid 65% diuretik kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organik ditubuli proksimal. Dengan cara ini obat ini terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi.
Mula kerja Furosemid pesat, oral 0,5 – 1 jam dan bertahan 4 – 6 jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya reabsorbsinya dari usus ± 50%
·      HCT
Bekerja dibagian muka tubuli distal, efek diuretiknya lebih ringan dari diuretik lengkungan tetapi bertahan lebih lama 6 – 12 jam. Daya hipotensinya lebih kuat, maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sekarang. Reabsorbsinya dari usus sampai 20% CA 70% plasma t½ 6 – 12 jam ekskresinya lewat kemih secara utuh.
           

Gambar : Mekanisme kerja obat golongan diuretik




















BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Alat dan Bahan
Alat      -    Timbangan
-          Spuit Injeksi
-          Beaker Glass
-          Gelas Ukur
-          Sudip
-          Mortir dan Stamper
-          Kapas
-          Tabung ependrof 2,5 cc untuk menampung urine
-          Stopwatch
Bahan  -     Tablet Furosemid
-          Tablet HCT
-          Lar. Nacl
-          PGA
-          Kertas indicator untuk mengukur pH






3.2 Skema Kerja


3.3 Dosis
Perhitungan dosis furosemid :
1.      Nacl 0,9%
Yang disuntikan pada mencit 0,5 ml
2.      Furosemid
Dosis pada mencit : 40 mg x 0,0026 = 0,104 ml
Furosemid yang tersedia 40 mg / tab
Membuat 50 mg → 40 mg / 50 ml
Jadi yang disuntikkan pada mencit =  = 0,13 ml (13 cc)
Dosis pada mencit = 80 mg x 0,0026 = 0,208 mg
Jadi yang disuntikkan pada mencit =  ml (26 cc)

Perhitungan dosis HCT :
1.      Dosis pada mencit = 25 mg x 0,0026 = 0,065 mg/ml
2.      Dosis HCT 25 mg/ 50 ml =
3.      Dosis HCT 12,5 mg/ 50 ml =

3.4 Cara Kerja
1.      Semua mencit dipuasaakan selama ± 16 jam, tetapi tetap diberi minum.
2.      Mencit dikelompokan menjadi tiga kelompok, masing-masing terdiri dari dua ekor mencit, menurut dosis obat yang tersedia.
3.      Kelompok 1 mencit diberi air hangat secara oral sebanyak 1 ml/25 g mencit kemudian disuntik NaCl 0,9% (0,5 ml) secara intraperitoneal (ip).
4.      Kelompok 2 mencit disuntik intraperitoneal (ip) furosemid dosis 40 mg (13 cc) dan 80 mg (26 cc).
5.      Kelompok 3 mencit disuntik intraperitoneal (ip) HCT dosis 12,5 mg (26 cc) dan 25 mg (13 cc).
6.      Tempatkan mencit dalam kandang kusus yang tersedia dan tampung urin yang diekskresikan : catat jumlah urin kumulatif setiap turun 30 menit selama 4 jam.










BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
Hasil pengamatan :
No
perlakuan
berat
Vol. air
v. perlakuan
Mulai kemih

PH
1
2
3
4

1
Nacl
20 g
0,8
0,5
00-40
-
0,3
-
0,3
0,3 ml/jam
7
2
F. 40
20 g
0,8
0,13
00-17
1
0,2
-
-
0,6 ml/jam
7
3
F. 80
20 g
0,8
0,26
00-01
0,7
0,5
-
-
0,6 ml/jam
8

Analis Hasil :
Analis hasil furosemid :
1.      F. 40 =
2.      F. 80 =
3.      Nacl =
Memberikan efek + jika prosentasi ˃ 75 %
Analis hasil HCT :
1.      Nacl =
2.      HCT 12,5 mg =
3.      HCT 25 mg =


BAB V
PEMBAHASAN
            Furosemid merupakan diuresis kuat yang bekerja pada lengkung henle bagian menaik, mula kerjanya cepat ± 0,5 – 1 jam bertahan 4 – 6 jam. Kemudian HCT adalah diuresis yang bekerja pada bagian muka tubuli dista yang efek diuretiknya lebih ringan dari furosemid.
            Dari hasil percobaan furosemid 40mg memiliki mula kerja 17 menit lebih cepat dari pada HCT 12,5 mg yang mula kerjanya yaitu 65 menit. Sedangkan pada furosemid 80mg memiliki mula kerja 1 menit lebih cepat dari pada HCT 25mg yang mula kerjanya yaitu 51 menit.
            Pada saat pemberian furosemid 40mg dan 80mg yang memiliki mula kerja lebih cepat yaitu furosemid 80mg. Setelah 2 jam praktikum, didapat jumlah urin kumulatif yang sama antara furosemid 40mg dan 80mg yaitu 0,6 ml/jam. Hal ini dikarenakan keadaan hewan uji (mencit) yang diberi furosemid 80mg kurang sehat. Sedang kan pada pemberian HCT 12,5mg dan 25mg yang memiliki mula kerja lebih cepat yaitu HCT 25mg. Dan jumlah urin kumulatif pada HCT 25mg lebih banyak dibandingkan dengan HCT 12,5mg. Hal ini dikarenakan dosis pada HCT 25mg lebih kuat, sehingga memberikan efek diuretik yang lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan dengan HCT dosis rendah.
            Dari hasil percobaan, jumlah urin kumulatif furosemid 40mg dan 80mg sama banyak yaitu 0,6ml/jam dan persentasinya adalah 75%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada yang seharusnya, furosemid itu memberikan efek positif bila prosentasinya diatas 75%. Kemungkinan dikarenakan kondisi hewan uji yang berbeda antara hewan uji satu dengan yang lain, jadi daya reabsorpsi elektrolit didalam hewan uji mempengaruhi jumlah urin kumulatifnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar